Penulis : Saiful Ardi Imam
Halaman : 351
Dimensi :
Berat : 250 gram
Halaman : 351
Dimensi :
Berat : 250 gram
Meskipun berprestasi, Gubernur Jenderal tidak menyertakan Johan dalam penyerangan ke Bukittinggi. Baktinya kepada Kerajaan Belanda seperti dihalangi, hanya karena dia seorang peranakan. Sang Mamanya yang membesarkan hatinya; mengingatkan Johan pada komitmennya ketika mendaftar sebagai tentara. Membesarkan sekaligus memberikan pinta pada anaknya untuk berjanji sebelum menghadapi tentara Paderi: “Berjanjilah untuk membela dan mengasihi kaum pribumi!”
* * *
Bagi Syahdan, janji menikahi Marani pada bulan haji seperti mustahil terwujud. Sebelum meninggal, sang ayah meminta Syahdan untuk membelikan sawah bagi adiknya sebelum menikah; sekaligus jua memenuhi harapan sang Amak. Karena janji ini pula, keinginan Syahdan untuk menikah terhijab larangan Amak. Di tengah kerumitan pilihan itu, Syahdan juga harus memenuhi panggilan suci. Negerinya tengah diserang. Dan ia bagian penting dari pasukan Paderi yang bersiap menghadapi serbuan Belanda di Bukittinggi.
* * *
Meski sempat bimbang, janji Labek alias Sutan Mantari pada sang angku telah terucap: menikahi putri si angku sekaligus menjaga tokonya. Bayangan utang berlipat dan pengapnya penjara berhasil menghapuskan keraguannya. Bahkan bayangan mewarisi kekayaan sang angku hadir di depan mata. Di kemudian hari, kenikmatan Labek ini harus dibayar mahal: menahan sakit hati akibat perlakuan istri, yang akhirnya berujung pada pilihannya sebagai kolaborator Belanda menghadapi kaum Paderi.
* * *
Ini bukan kisah mimpi, tapi cerita memenuhi janji yang acap tak tertepati. Juga bergulat pada peneguhan jati diri: membawakan panji-panji islami dalam kafilah Paderi melawan kompeni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar, terima kasih