Judul Buku : Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim
Penulis : Salim A. Fillah
Jumlah hlm : 396 halaman
Penerbit : Pro-U Media
Tahun terbit : 2007
Fenomena masyarakat Islam, khususnya di Indonesia, berbeda dengan konsep agama Islam yang sesungguhnya. Praktik yang berbeda dengan teori ini disebabkan oleh konsep Islam yang terlihat melangit dan sulit dijangkau pola pikir masyarakat Indonesia yang “cerdas”.
Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim, sebuah buku yang mencoba membumikan konsep Islam dengan gaya bahasa yang lembut dan tidak terlalu kaku. Keislaman seseorang dibahas melalui kisah-kisah menggugah dan menunjukkan bahwa betapa beruntungnya seseorang terlahir dan beragama sebagai muslim.
Jika melihat sampul buku ini, pembaca akan mulai merasakan kelembutan isi di dalamnya. Warna putih dan biru, dengan tulisan emboss biru metalik Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim memberikan kesan anggun. Ditambah lagi dengan beberapa baris kalimat motivasi yang menggunakan bahasa sastra, menambah anggun dan menciptakan kelembutan buku ini.
Alkisah, seorang Yahudi begitu bersedih. Dari ketiga anaknya, yang bungsu pindah agama menjadi seorang Kristen. Dia termenung di sinagog besar, mengadu pada YHWH, Tuhannya. “Tuhan, mengapa Kau biarkan salah satu anakku memasuki jalan sesat dengan menjadi seorang Kristen...” pengaduannya terputus, tiba-tiba ia mendengar sebuah suara entah dari mana. “Mendingan juga kamu, anak masih dua yang beriman. Lha Aku, anakKu satu-satunya saja masuk Kristen dan jadi Tuhan di sana. Celaka beybeh..”(halaman 50)
Sebuah kutipan yang sekedar intermezo, tapi menunjukkan bahwa pondasi agama selain Islam saling bertolak belakang. Salah satu keuntungan ketika menjadi muslim ialah kenikmatan ikatan persaudaraan yang dilandasi iman.
Ada kisah indah mengenai persaudaraan sesama muslim. Saat itu kota Qadisiyah terperangah mnyaksikan pasukan Muhajirin dan Anshar menyeberangi sungai yang membatasi mereka dengan kamp pasukan Persia. Bangsa Arab yang “tak mengenal air” ini menjadi begitu berani, saling bergandeng tangan, berangkulan membelah Eufrat yang sangat deras.
Cerita belum usai, ada yang lebih membuat terperangah. Rombongan besar itu tiba-tiba berhenti di tengah arus yang ganas dan semuanya membungkuk meraba-raba ke dalam riak. “Kantong airku! Kantong airku jatuh!” seru salah seorang anggota pasukan kaum muslimin yang kantong airnya jauh. Hal itu membuat puluhan ribu tangan seketika mengaduk-aduk Eufrat untuk mencarinya.
Panglima Persia dan pasukannya yang sedang dag dig dug menanti di seberang dengan pedang terhunus tercekat tenggorokannya. Hanya karena sebuah kantong air semua pasukan mengaduk-aduk sungai raksasa? “Lalu bagaimana kalau salah satu dari mereka terbunuh oleh kita?” (halaman 133)
Sebuah kisah indah tentang ukhuwah, persaudaraan karena Islam. Kebanggaan yang muncul setelah membaca kisah tersebut dilanjutkan apabila mengingat salah satu kalimat dalam Al-Qur’an, bahwa sesungguhnya persaudaraan murni hanya milik muslim karena persekongkolan Yahudi dan Nasrani masih dibubuhi dengan pertikaian antara mereka.
Begitu banyak keberuntungan seseorang ketika menjadi muslim. Hal tersebut sangat berbeda dengan keadaan di Indonesia, di mana masyarakat muslim malu untuk menunjukkan identitasnya sebagai muslim.
Jika dilihat dari sampul depan dan beberapa tulisan di sampul belakang, kelihatannya buku ini berisi tentang suatu konsep menjenuhkan. Namun, jika melihat lagi isinya, buku pengembangan diri ini merupakan salah satu alat bantu agar kita belajar melalui pelaksanaan (learning by doing).
Selain itu, dalam buku ini pembaca diajak mengikuti suatu alur pembuatan. Hal ini disebabkan oleh penyusunan bab dan bahasan yang dari judulnya saja sudah terlihat akan jalinan proses, keterkaitan. Misalnya saja sejak bab awal hingga akhir diberi judul sebagai berikut: Kain-kain Rombeng, Memintal Seutas Benang, Menggelas Benang Lelayang, Menenun Jalinan Cinta, Menjahit Pola-pola, dan terakhir Menata Busana Bertiara. Jika diibaratkan, proses seseorang mmperbaiki diri seperti proses pembuatan pakaian yang lebih indah dari pembuatan pakaian sebelumnya yang berupa kain-kain rombeng. Sedikit membahas, turunnya agama Islam merupakan perbaikan dan penyempurnaan agama sebelumnya yang sudah dimodifikasi oleh manusia-manusia zhalim.
Pada umumnya, buku-buku pengembangan diri—terutama yang membahas Islam—kurang diminati karena bahasanya yang sulit dimengerti sehingga kurang tersampaikan apa yang dimaksud penulis buku. Namun, dalam buku Saksikan bahwa Aku seorang Muslim, Salim A. Fillah menggunakan gaya bahasa yang lembut karena sastranya, kemudian menggunakan berbagai kisah yang menyegarkan sekaligus menjadi renungan. Kisah yang tak hanya di masa lampau, tapi juga pengalaman pribadinya di masa kini.
Hanya saja, buku ini masih perlu perbaikan di dalamnya, terutama mengenai kata-kata yang masih belum tertulis jelas. Misalnya saja pada kata “kemuliaan”, pada buku ini sempat tertulis “kemulaiaan”. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya konsentrasi pembaca, atau malah penambahan konsentrasi karena harus berusaha memahami kata-kata yang salah cetak itu. Selain itu, jenis tulisan yang digunakan. Banyak orang yang kurang menyukai jenis tulisan yang dimiliki buku ini, terutama kalangan muda. Padahal, bila dilihat dari bahasanya, buku ini lebih ditujukan pada kalangan pemuda.
Sebuah buku yang penuh keunikan. Berbagai hal yang kurang lazim dapat ditemukan dalam buku ini. Mulai dari gaya bahasa hingga larangan pembajakan. Sebuah keunikan yang tak mengurangi esensi buku sehingga tetap layak diaca oleh siapapun. Baik ia siswa SMA, maupun manusia berusia kepala tiga.
Keunikan buku ini disebabkan penulisnya, Salim A. Fillah, tak berhenti meyakinkan pembaca bahwa ia menulis dengan sisi yang beda tentang sebuah bahasan. Buku best seller lainnya yang sudah ia tulis, seperti Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan, Agar Bidadari Cemburu Padamu, Gue Never Die, dan Kebahagiaan Merayakan Cinta, juga tak lepas dari keunikan yang ia ciptakan. Sangat mungkin keunikan yang ia ciptakan berasal dari pandangannya sebagai seorang organisatoris. Ia adalah aktivis di berbagai lembaga yang sering mengkaji kondisi masyarakat, dan perhatiannya pada generasi penerus sangatlah besar. WAMY (World Assembly of Moslem Youth), Keluarga Muslim Yogyakarta, dan berbagai organisasi kampus yang ia ikuti dapat menunjukkan perhatian dan kontribusinya dalam kehidupan masyarakat.
sumber: http://maesaroh-sya.blogspot.com/2009/11/bangga-jadi-muslim-kenapa-nggak.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar, terima kasih